Senin, 23 Agustus 2010

Tolok Ukur Keberhasilan SL-PTT

Sejak Tahun 2007 SL-PTT dilaksanakan di Luwu yang beberapa tahun sebelumnya dilaksanakan program serupa seperti Proyek Peningkatan Ketahanan Pangan (PKP) dan Peningkatan Mutu Intensifikasi dan Perluasan Areal Tanam (PMI-PAT).

Sebagai masyarakat tentu bertanya-tanya apa yang menjadi indikator keberhasilan SL-PTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu). Untuk memudahkan penilaian kami mencoba memberikan indikator yang mudah karena terukur baik secara kualitas maupun kuantitas.

Indikator Keberhasilan SL-PTT menurut pandangan kami adalah sebagai berikut :
  • Kelompok tani yang menerima SL-PTT adalah kelompok tani yang belum pernah menerima bantuan sejenis sebelumnya. Hal ini tentu berhubungan dengan pemerataan pembangunan. Jika ada kelompok tani yang dua tahun menerima SL-PTT maka dianggap kelompok tersebut gagal memupuk modal dan tidak ada kemauan untuk madiri atau selalu tergantung kepada bantuan pemerintah.
  • Anggota kelompok tani aktif mengikuti Sekolah Lapang di lokasi Laboratorium Lapang sesuai yang direncanakan (minimal 8 kali pertemuan dalam 4 bulan).
  • Anggota kelompok tani mau menerapkan teknologi yang dilatihkan pada SL-PTT. Indikator ini dilihat setelah Musim Tanam berikutnya, yang lebih sederhana; adanya penigkatan luasan Tanam Pindah (Tapin).
  • Ada peningkatan produksi dan produktivitas pada kelompok tani jika tidak ada bencana alam yang berarti.
  • Tumbuhnya kelompok penangkar benih secara mandiri.
  • Rekening kelompok tani dimanfaatkan dengan baik dan aktif atau ada penarikan dana dan pengembalian dana kedalam rekening.

Senin, 16 Agustus 2010

Pisang; Hortikultura Mandiri

Siapa tak kenal pisang!! Hortikultura dengan nama latin Musa paradisiaca L. adalah salah satu hortikultura yang paling banyak dibudidayakan di Luwu.

Beraneka varietas yang dikembangkan oleh petani saat ini yang umum adalah pisang olahan dan pisang meja. Yang dimaksud pisang olahan pisang ialah pisang yang umumnya diolah sebelum dikonsumsi, sedang pisang meja adalah pisang yang umumnya dikonsumsi tanpa diolah lebih dahulu.

Pada saat pembukaan lahan baru untuk pertanian lahan kering, umumnya petani terlebih dahulu menanam pisang. Tanaman pisang telah dipercaya dapat menyuburkan tanah disamping itu sebagai tanaman penyimpan air yang akan sangat berguna jika lama tidak turun hujan. Disamping itu tanaman ini juga dapat dikonsumsi oleh petani dalam kebun sendiri yang umumnya jauh dari rumah sebagai sumber energi sebelum kembali ke rumah. Juga umumnya petani yang beragama islam sangat membutuhkan pisang untuk keperluan bulan Ramadhan.

Saat ini petani menjual pisang dalam bentuk tandan muda. Inilah salah satu kemudahan petani dalam memasarkan hasil panennya. Cukup dengan menelepon pembeli dan pembeli langsung mendatangi kebunnya dan memetik langsung pisang yang dimaksud, atau dijual di tepi jalan sesuai perjanjian.

Masih ada yang belum dikomersilkan di Luwu ini, yaitu daun pisang. Di beberapa warung yang disiarkan melalui TV kita melihat bahwa warung makanan tradisional di Pulau Jawa selalu mengalasi nasinya dengan daun pisang. Dengan mengalasi nasi dengan daun pisang akan timbul nuansa zaman tempo dulu dengan aroma nasi yang khas.

Pengolahan hasil pisang mungkin dapat meningkatkan pendapatan petani dan pembukaan lapangan pekerjaan. Keripik pisang salah satu contohnya adalah makanan ringan yang digemari oleh anak-anak sampai dewasa. Keripik pisang merupakan salah satu bentuk pengolahan pisang yang diekspor. Disamping itu masih banyak metode pengolahan yang lain seperti sale pisang dan tepung pisang. Olahan yang dikonsumsi langsung juga beraneka macam yang merupakan makanan tradisional nusantara.

Pengalaman kami yang pernah mengunjungi sentra pengolahan keripik di Gresik Jawa Timur, menunjukkan bahwa keripik pisang memberikan omset yang paling tinggi.

Perhatian Pemerintah dalam hal pembinaan dan perbaikan varietas pisang di Luwu ini sangat diharapkan. Termasuk juga dalam perencanaan pengembangan jangka panjang, penelitian, dan perbaikan pengolahan dan pemasaran hasil.

Rabu, 11 Agustus 2010

Kontrak Kinerja antara Kepala Dinas TPHP dan Bupati

Maksud dibuatnya kontrak kinerja ini adalah untuk meningkatkan kinerja SKPD dan sebagai bahan evaluasi dalam merumuskan kebijakan selanjutnya.
Tujuan dari kontrak kinerja ini adalah terciptanya Good Governance and Clean Goverment

Ruang lingkup Kontrak Kinerja meliputi :
  1. Pembangunan Pabrik Pupuk Organik.
  2. Meningkatkan Tingkat produksi gabah petani rata-rata diatas 6 ton/ha paling lambat tahun 2012.
  3. Pencetakan sawah seluas 1.000 ha.
  4. Pengadaan benih / bibit unggul secara kontinyu.
  5. Pengadaan hand traktor setiap tahun.
  6. Mensukseskan program budidaya satuimo (talas).
  7. Membuat kebun tanamn hortikultura minimal 2 tempat.
  8. Meningkatkan produktifitas instalasi kebun daerah dan menemukan satu jenis varietas unggul yang diberi nama "varietas sawerigading".
  9. Pembangunan jalan tani.
  10. Pengadaan RMU.
  11. Pengembangan dan pemberian bantuan bibit ternak kepada kelompok tani ternak.
Jangka waktu pelaksanaan kontrak kinerja ini mulai berlaku tahun 2010 sampai tahun 2014.

Senin, 02 Agustus 2010

Pola Hujan di Luwu

Pola hujan di Luwu, berbeda dengan kebanyakan daerah di Sulawesi Selatan. Rata-rata Curah Hujan tertinggi pada Bulan Mei - Juni, dan rata-rata curah hujan terendah pada Bulan September - Oktober. Oleh karena itu beberapa ahli pertanian menggolongkan daerah ini kedalam sektor peralihan.

Sesungguhnya bagi kebanyakan orang bahkan para ahli sulit memperdiksi keadaan hujan di Luwu. Saat ini sepanjang Bulan Juni dan Juli 2010 curah hujan yang tinggi, angin yang kencang dan cuaca hujan dan mendung sepanjang hari membuat tanaman padi pada daerah ini banyak yang mengalami gagal panen, karena tanaman rebah, gabah tidak dapat dijemur, gabah tidak laku dan bahkan hamparan sawah yang ditinggalkan tenaga panen. Sudah umum di daerah ini tenaga panen didatangkan dari luar daerah, dan tenaga panen ini hanya mau memanen sawah yang produksinya berkualitas baik karena upahnya berdasarkan sistem bagi hasil 6 : 1.

Pola hujan yang tidak menentu bagi sebagian orang bahkan ahli pertanian di Luwu ini sebenarnya masih dapat diprediksi jika dilakukan pengamatan dan pendataan yang benar.

Menurut pendapat saya yang didasari pada pengalaman mengumpulkan data curah hujan dari tahun 2000 s/d 2005 didapatkan setidaknya lima pola hujan di Luwu sebagai berikut:
1. Pola hujan yang umum.
2. Pola hujan dengan pengaruh elnino
3. Pola hujan dengan pengaruh elnino lemah.
4. Pola hujan dengan pengaruh lania.
5. Pola hujan dengan pengaruh lanina lemah.


Penentuan kondisi iklim yang dipengaruhi oleh el-nino dan lanina menjadi kewenangan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Pengentasan Kemiskinan

Pengentasan Kemiskinan

Pernahkah anda menghitung berapa keluraga pra sejahtera di Luwu ?

Pernahkah anda menghitung berapa jumlah bantuan pemerintah kepada masyarakat untuk tujuan pengentasan kemiskinan ? Banyak, bukan ?

Seandainya semua bantuan tersebut diperuntukkan untuk keluarga miskin, tentu sudah tak ada lagi keluarga miskin di Luwu.

Pengentasan kemiskinan adalah poin pertama dari "Millenium Development Goals" yang sering dikampanyekan, diseminarkan, diwacanakan, tetapi kurang diterapkan.

Penyebab suatu keluarga masuk dalam kategori prasejahtera bermacam-macam, yang dapat digolongkan sebagai berikut:

  1. Kurangnya keterampilan dalam melakukan usaha. Kurangnya keterampilan dalam berusaha menyebabkan usaha yang dikelola tidak dapat memberikan keuntungan atau tidak dapat bersaing, sehingga menyebabkan usaha tidak memberikan keuntungan. Contohnya seorang tukang batu (pekerja bangunan) yang kurang terampil menyebabkan hasil yang kurang memuaskan pelanggan sehingga tidak atau kurang mendapat order. Solusi terbaik untuk masalah ini adalah dengan melakukan pelatihan.
  2. Kurangnya modal. Yang dimaksud kurang modal bila keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan hanya cukup untuk kebutuhan pokok rumah tangga (sandang & pangan ). Untuk melaksanakan usahanya keluarga prasejahtera tersebut harus meminjam kepada rentenir, koperasi (dimana dia sendiri bukan anggota). Solusi untuk kasus ini adalah adanya bantuan atau pinjaman tanpa bunga dari pemerintah. Tetapi sebagian yang setiap tahun selalu mengharap adanya bantuan pemerintah sebagai suntikan dana segar dalam kelompok ini, sehingga keluarga prasejahtera tersebut menjadi keluarga yang tidak mandiri dan suka mencari batuan, baik dari pemerintah atau pun lainnya. Hal tersebut ada hubungannya dengan poin ke-3 dibawah.
  3. 3. Lemahnya pengelolaan keuangan keluarga. Hal ini berkaitan dengan ibu-ibu sebagai pemegang kas keluarga. Pengelolaan keuangan pada keluarga prasejahtera sebenarnya lebih sulit dari keluarga yang mapan, sementara ibu-ibu pengelolanya banyak yang memiliki SDM yang pas-pasan. Penghasilan yang diperoleh dari usaha keluarga harus dikelola sedemikian rupa sehingga modal untuk operasional  dan pengembangan usaha tidak terkuras untuk kebutuhan sandang-pangan. Makin sedikit penghasilan makin cermat dalam pengelolaan. Namun ibu-ibu biasanya tak tahan, apapun ingin dibeli bahkan tidak dapat membedakan antara keinginan dan kebutuhan. Bukan hanya itu dalam hal kebutuhan harus disusun atas prioritas sehingga kebutuhan yang lebih pokok dapat diutamakan. Solusi masalah ini adalah dengan melakukan pelatihan kepada ibu-ibu dalam bidang pengelolaan keuangan rumah tangga. Dalam hal ini peran instansi pemberdayaan perempuan sangat dibutuhkan.
  4. Penyakit. Setiap kita mungkin pernah sakit. Ada sebagian orang yang terpengaruh penghasilannya seandainya dia sakit. Namun ada sebagian yang tidak produktif selama dia sakit. Umumnya keluarga prasejahtera yang bergerak dalam usaha skala rumah tangga sangat terpengaruh jika salah satu anggota keluarganya sakit. Solusi dalam hal penyakit telah diupayakan oleh pemerintah melalui beberapa program, tetapi dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari selama kepala keluarga sakit, mungkin menjadi kewajiban bagi pengelola Zakat (BAZIS). Hal yang dianggap serupa dengan orang sakit adalah mereka yang ditahan dan yang masuk dalam lembaga pemasyarakatan.
  5. Usia. Rumah tangga yang hanya dihuni oleh lansia saja dan tidak mempunyai tunjangan pensiun dan tidak atau kurang mendapat tunjangan dari keluarga / familinya digolongkan sebagai keluarga prasejahtera yang tidak dapat lagi atau sulit ditingkatkan kesejahteraannya, karena faktor kemampuan fisik dan kesehatan yang sudah tidak mendukung. Kelompok ini sudah ditangani dan masuk dalam skala prioritas yang mendapat bantuan raskin dari pemerintah.

Setiap keluarga berbeda (unik) dari keluarga yang lain. Sehingga dalam pengentasan kemiskinan harus langsung pada keluarga tersebut kemudian dianalisa apa yang menjadi penyebab suatu keluarga dikategorikan prasejahtera kemudian dicari solusi pemecahannya. Seperti pepatah mengatakan "tahu penyakit, barulah tahu obatnya".

Semangka Kuning di Luwu

Masyarakat sudah lama mengenal semangka merah, ternyata ada juga semangka kuning. Warna kulitnya kuning dan warna dagingnya dari kuning puca...