Kamis, 06 Oktober 2011

Potret Petani di Luwu

Jika kita membandingkan Kelompok Tani era sekarang ini dengan era BIMAS dulu maka jelas terlihat beberapa perbedaan sebagai berikut :
Kehidupan sekarang ini makin menyudutkan petani untuk melakukan diversifikasi usaha, akibat perubahan iklim yang belum dapat diprediksi, hama, kekurangan air dan lain-lain. Sebagian petani memilih menjadi Tukang Ojek dan mengunjungi lahannya cukup sekali seminggu atau dua kali seminggu. Apalagi didukung dengan kemudahan kredit motor yang bisa dicicil enam bulanan. Sebagian kecil menjadi buruh bangunan dan lain-lain.
Kepemilikan lahan semakin sempit bahkan ada yang penguasaannya bergilir setiap tahun terutama pada wilayah selatan Luwu. Sempitnya lahan sehingga tidak efisien jika dibagi dengan ahli waris lainnya membuat sebagian petani bekerja musiman (Shift). Tahun ini mengolah sawah, tahun depan tidak lagi karena sawah tersebut dikelola oleh sepupunya atau keluarga lainnya.
Gotong-royong di antara petani sudah sangat berkurang, dulu petani bergotong-royong terutama dalam kegiatan tanam pindah dan panen. Dulu seorang petani tidak khawatir dalam dua kegiatan yaitu tanam dan panen karena yakin akan rekan petani lainnya siap membantu. Tapi sekarang ini semuanya harus diperhitungkan dengan matang. Tidak jarang petani mengalami kesulitan dalam panen karena hanya mengandalkan tenaga kerja dari luar daerah. Apa lagi jika hasil kurang bernas, maka kelompok pemanen lebih memilih hamparan padi yang baik.
Ada perubahan dalam diversifikasi usaha petani. Sekarang ini banyak petani yang berprofesi sebagai tukang ojek, atau mungkin tukang ojek yang berprofesi sebagai petani. Jika dilihat di KTP maka jelas profesinya adalah petani tetapi dalam keseharian lebih banyak meng-ojek dari pada bertani. Biasanya mereka hanya mengunjungi sawahnya sekali seminggu dan sisanya meng-ojek. Ada juga petani yang merupakan profesi sampingan dari dari guru, pns, tni, polri atau pejabat lain.
Semua petani baik yang 100% petani maupun yang sampingan saja tergabung dalam kelompok tani yang sama, akibatnya kadang-kadang petani yang asli karena kurang dalam akses informasi sehingga bantuan pemerintah baik dalam hal subsidi maupun bansos lebih dahulu dinikmati oleh petani sampingan tersebut. Ketika diadakan pertemuan kelompok tani, maka yang hadir hanya petani yang betul-betul menggantungkan hidupnya pada pertanian. Tidak jarang yang datang kurang dari 10 orang padahal anggota kelompok 25 – 40 orang.
Kadang saya berpikir ada baiknya jika kelompok tani itu dibentuk dari yang 100% petani dengan mengeluarkan anggotanya yang hanya bekerja sambilan saja

Pengembangan Pisang Cavendish di Kecamatan Larompong Selatan

Pada tahun 2022 Kecamatan Larompong Selatan mendapatkan batuan pemerintah berupa bibit pisang cavendish. Bantuan bibit tersebut adalah bibit...